LAPORAN
PENDHULUAN
ASUHAN
KEPERAWATAN
PADA
KLIEN DENGAN OPEN FRAKTUR SUPRAKONDILER HUMERUS
1.
Anatomi
Humerus (arm bone)
merupakan tulang terpanjang dan terbesar dari ekstremitas superior. Tulang
tersebut bersendi pada bagian proksimal dengan skapula dan pada bagian distal
bersendi pada siku lengan dengan dua tulang, ulna dan radius.
Suprakondilar humerus terletak di bagian distal dari
humerus, tulang tersebut kurang kuat dibanding tempat lain karena adanya fossa
koronoid, fossa olekranon dan fossa radii. Kolum medial suprakondilar lebih
tipis dan substansi tulang dibandingkan dengan kolum lateral suprakondilar.
Sendi siku mampu melakukan gerakan fleksi dan ekstensi, dimana gerakan fleksi
dilakukan oleh muskulus brachialis, muskulus biceps, muskulus brachiiradialis
dan muskulur pronator teres. Sedangkan gerakan ekstensi dilakukan oleh muskulus
triseps dan muskulus anconeus. Dari proyeksi anteroposterior, perlu dinilai
sudut yang dibentuk oleh garis longitudinal humerus dan garis yang melalui
korona kapitulum humeri, sudut ini disebut sudut biwman. Normal didapatkan
sudut bowman sebesar 80-89 derajat, bila didapatkan sudut ini kurang dari 50,
dikatakan bahwa posisi tulang tersebut tidak acceptable. Sudut yang lain yaitu
sudut antara diaphisis dan metaphisis sebesar 90 derajat. Proyeksi lateral,
normal didapatkan garis anterohumeral akan melewati pusat osifikasi pada
kondilus humeri dan bagian distal dari kondilus akan membentuk sudut ke
anterior sebesar 40 derajat. Berdasarkan pergeseran fragmen distal 3 tipe dari
fraktur suprakondilar:
a. Fragmen tanpa pergeseran
b. Fragmen dengan pergeseran tetapi
masih ada kontak
c. Fragmen distal dan proksimal tidak
ada kontak
Gambar 1. Anterior Humerus
2.
Definisi
Fraktur
adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa.
Fraktur suprakondiler humerus adalah fraktur 1/3 distal humerus tepat proksimal troklea dan capitulum humeri. Garis fraktur berjalan melalui apeks coronoid dan fossa olecranon, biasanya fraktur transversal. Merupakan fraktur yang paling sering terjadi pada anak-anak. Pada orang dewasa,garis fraktur terletak sedikit lebih proksimal daripada fraktur suprakondiler pada anak dengan garis fraktur kominutif, spiral disertai angulasi.
Gambar
2. Suprakondiler Humerus
Sedangkan
fraktur terbuka adalah fraktur yang terdapat hubungan langsung dengan dunia
luar. Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat yang ditentukan
oleh berat ringannya luka dan berat ringannya fraktur, sebagaimana yang
terlihat pada tabel dibawah ini
Derajat
|
Luka
|
Fraktur
|
I
|
Laseralisasi
< 2 cm
|
Sederhana,
dislokasi fragmen disekitarnya
|
II
|
Laseralisasi
> 2 cm
|
Dislokasi
fragmen jelas
|
III
|
Luka,
lebar, rusak hebar atau hilanng jaringan disekitarnya
|
Segmental,
fragmen tulang ada yang hilang
|
Kemudian Gustillo et al. (1984) membagi
tipe III dari klasifikasi Gustillo dan Anderson(1976) menjadi tiga subtipe, yaitu
tipe IIIA, IIIB dan IIIC.
a. IIIA terjadi apabila fragmen fraktur
masih dibungkus oleh jaringan lunak, walaupun adanya kerusakan jaringan lunak
yang luas dan berat.
b. IIIB fragmen
fraktur tidak dibungkus oleh jaringan lunak sehingga tulang terlihat jelas atau bone expose,
terdapat pelepasan periosteum, fraktur kominutif. Biasanyadisertai kontaminasi
masif dan merupakan trauma high energy tanpa memandang luas luka.
c. III C terdapat trauma pada arteri
yang membutuhkan repair agar kehidupan bagian distal dapat dipertahankan tanpa
memandang derajat kerusakan jaringan lunak.
3.
Etiologi
Ada 2 mekanisme terjadinya fraktur
yang menyebabkan dua macam jenis fraktur suprakondiler yang terjadi:
a. Tipe
ekstensi (sering terjadi 99% kasus). Bila melibatkan sendi, fraktur
suprakondiler tipe ekstensi diklasifikasikan sebagai fraktur transkondiler atau
interkondiler. Fraktur terjadi akibat hyperextension injury (outstretched hand)
gaya diteruskan melalui elbow joint,
sehingga terjadi fraktur proksimal terhadap elbow joint. Fragmen ujung
proksimal terdorong melalui periosteum sisi anterior dimana ada m.brachialis
terdapat, ke arah a. brachialis dan n. medianus. Fragmen ini mungkin menembus
kulit sehingga terjadi fraktur terbuka.
Klasifikasi fraktur suprakondiler
humeri tipe ekstensi dibuat atas dasar derajat displacement:
1.
Tipe I :
undisplaced
2.
Tipe II :
partially displaced
3.
Tipe III : completely displaced
b. Tipe
fleksi (jarang
terjadi). Trauma terjadi akibat trauma langsung pada aspek posterior elbow
dengan posisi fleksi. Hal ini menyebabkan fragmen proksimal menembus tendon
triceps dan kulit.
Klasifikasi fraktur suprakondiler
humeri tipe fleksi juga dibuat atas dasar derajat displacement:
1. Tipe I
: undisplaced
2. Tipe II
: partially displaced
3. Tipe III
: completely displaced
Penyebab fraktur humerus diantaranya adalah karena peristiwa
trauma. Fraktur yang disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan,
yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran atau
penarikan.
a. Trauma Langsung
Trauma langsung Tulang dapat patah pada tempat yang terkena,
jaringan lunak rusak.
b. Trauma tak langsung
Tulang dapat mengalami fraktur pada
tempat yang jauh dari tempat yang terkena itu, kerusakan jaringan lunak pada
fraktur mungkin tidak ada.
Fraktur
humerus juga dapat terjadi akibat:
a. Fraktur kelelahan atau tekanan
Akibat dari tekanan yang berulang-ulang sehingga dapat menyebabkan retak yang
terjadi pada tulang.
b. Kelemahan abnormal pada tulang /
fraktur patologik
Fraktur yang dapat
terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau tulang
itu sangat rapuh (osteoporosis tulang).
Tekanan pada tulang dapat berupa:
a. Tekanan berputar yang menyebabkan
fraktur bersifat oblik atau spiral.
b. Tekanan
membengkok yang menyebabkan fraktur transversal.
c. Tekanan sepanjang aksis tulang yang
dapat menyebabkan fraktur,impaksi, dislokasi,atau fraktur dislokasi.
d. Kompresi vertikal yang dapat
menyebabkan fraktur kominutif atau memecah.
e. Trauma oleh karena remuk.
f. Trauma karena tarikan pada ligament
atau tendon akan menarik sebagian tulang.
4.
Manifestasi
Klinis
Manifestasi klinik atau
gambaran klinis pada fraktur humerus adalah:
a. Nyeri
Nyeri continue /
terus-menerus dan meningkat karena adanya spasme otot dan kerusakan sekunder
sampai fragmen tulang tidak bisa digerakkan.
b. Deformitas
atau kelainan bentuk
Perubahan tulang pada
fragmen disebabkan oleh deformitas tulang
dan patah tulang itu sendiri yang diketahui ketika dibandingkan dengan
daerah yang tidak luka.
c. Gangguan
fungsi
Setelah terjadi fraktur
ada bagian yang tidak dapat digunakan dan cenderung menunjukkan pergerakan
abnormal, ekstremitas tidak berfungsi secara teratur karena fungsi normal otot
tergantung pada integritas tulang yang mana tulang tersebut saling berdekatan.
d. Bengkak
/ memar
Terjadi memar pada
bagian atas lengan yang disebabkan karena hematoma pada jaringan lunak.
e. Pemendekan
Pada fraktur tulang
panjang terjadi pemendekan yang nyata pada ekstremitas yang disebabkan oleh
kontraksi otot yang berdempet di atas dan di bawah lokasi fraktur humerus.
f. Krepitasi
Suara detik tulang
dapat didengar atau dirasakan ketika fraktur humeri digerakkan disebabkan oleh
trauma lansung maupun tak langsung.
g.
Denyut
nadi a. Radialis yang berkurang (pulsellessness)
h.
Pucat
(pallor)
i.
Rasa
semutan (paresthesia)
j.
Kelumpuhan (paralisis)
5.
Patofisiologi
dan Web of Caution
Bagan 1.
Patofsiologi Open Fraktur Suprakondiler Humerus
6.
Komplikasi
a. Dislokasi
bahu
Fraktur-dislokasi baik
anterior maupun posterior sering terjadi. Dislokasi biasanya dapat direduksi
secara tertutup dan kemudian diterapi seperti biasa.
b. Cedera
saraf
Kelumpuhan saraf
radialis dapat terjadi pada fraktur humerus bila tidak ada tindakan yang
berarti.
c. Lesi
saraf radialis
Yaitu ketidakmampuan
melakukan ekstensi pergelangan tangan sehingga pasien tidak mampu melakukan
fleksi jari secara efektif dan tidak dapat menggenggam lagi.
d. Kekakuan
sendi
Kekakuan pada sendi
terjadi jika tidak dilakukan aktivitas lebih awal.
e. Non-union
Penyembuhan tulang tidak terjadi walaupun telah memakan waktu lama karena :
1. Terlalu
banyak tulang rusak pada cedera sehingga tidak ada yang menjembatani fragmen
2. Terjadi
nekrosa tulang karena tidak ada aliran darah.
3. Anemi
endoceime imbalance (ketidakseimbangan endokrin atau penyebab sistemik yang
lain).
f. Apabila
terjadi penekanan pada arteri brakialis, dapat terjadi komplikasi yang disebut
dengan iskemia Volkamanns. Timbulnya sakit, denyut arteri radialis yang
berkurang, pucat, rasa kesemuatan, dan kelumpuhan merupakan tanda-tanda klinis
adanya iskemia ini.
7. Pemeriksaan Penunjang
a.
Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang
penting adalah “pencitraan” menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk
mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka
diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu
diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan
pathologi yang dicari karena adanya superposisi. pemeriksaan
penunjang dengan radiologi proyeksi AP/LAT, untuk melihat tipe ekstensi atau
fleksi.
Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus
atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai
dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:
1.
Bayangan jaringan lunak.
2.
Tipis tebalnya korteks sebagai
akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi.
3.
Trobukulasi ada tidaknya rare
fraction.
4.
Sela sendi serta bentuknya
arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin
perlu tehnik khususnya seperti:
a.
Tomografi: menggambarkan tidak
satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi.
Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada
satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
b.
Myelografi: menggambarkan
cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang
mengalami kerusakan akibat trauma.
c.
Arthrografi: menggambarkan
jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
d.
Computed Tomografi-Scanning:
menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu
struktur tulang yang rusak.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1.
Kalsium Serum dan Fosfor Serum
meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
2.
Alkalin Fosfat meningkat pada
kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
3.
Enzim otot seperti Kreatinin
Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST),
Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
c.
Pemeriksaan lain-lain
a.
Pemeriksaan mikroorganisme
kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
b.
Biopsi tulang dan otot: pada
intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan
bila terjadi infeksi.
c.
Elektromyografi: terdapat
kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
d.
Arthroscopy: didapatkan
jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.
e.
Indium Imaging: pada
pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
f.
MRI: menggambarkan semua kerusakan
akibat fraktur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar